Meluangkan Waktu Untuk Sendirian
Langkah pertama ke arah hidup sederhana gaya Zen.
Manfaat dari “kesendirian
di kota”.
“Tinggal di gunung” adalah
gaya hidup yang diidealkan oleh orang Jepang. Itu dianggap gaya hidup paling
indah dan terkadang disebut sebagai kehidupan yang terlepas dari dunia. Bhiksu terkenal
Saigyo dan Ryokan diketahui menjalani kehidupan bertapa seperti itu.
Membaca sambil mendengarkan
nyanyian burung dan gemericik aliran air. Menikmati minum sake sambil menatap
pantulan bulan di gelas kita. Menyatu dengan kehidupan liar. Kemampuan untuk
hidup dengan pikiran yang bebas, menerima segalanya sebagaimana adanya. Inilah cara
hidup yang telah diidealkan
Seperti yang dijelaskan
oleh bhiksu-penyair Kamo no Chomei di dalam karya Hojoki di abad ketiga belas,
tinggal di gunung adalah tentang hidup dalam kesendirian, seorang diri di
gunung. Para bhiksu Buddha Zen menganggap situasi ini ideal bagi pelatihan rohani.
Tetapi pada kenyataannya,
situasi ini terbukti sangat menantang. Walaupun begitu, kita masih merindukan
semangat kesendirian.
Menyesuaikan konsep tinggal
di gunung untuk kehidupan modern, bahkan di tengah hiruk-pikuknya kota, bhiksu
dan master teh tersohor Sen no Rikyu menciptakan istilah “menyendiri” di kota. Ini
adalah model yang menjelaskan mengapa rumah-teh selalu ditempatkan agak jauh
dari gedung utama.
Pertimbangkan untuk
mempraktikkan konsep “menyendiri di kota.”
Suatu tempat di mana kita
bisa memutuskan hubungan dengan orang lain dan meluangkan waktu seorang diri. Sebuah
tempat di alam di mana kita bisa mendapatkan kembali kebebasan mental. Beberapa
saat dalam kesendirian dapat menerangi jalan ke depan.