Kisah Li Qiang, Dewa Penjaga Keluarga
Pada zaman dinasti Qing (kurang lebih tahun 1700-an) hiduplah seorang anak laki-laki yang berbakti kepada keluarganya (bukan hanya kepada ayah atau ibunya saja, tetapi juga kepada Sembilan kakak perempuannya).
Namanya Adalah
Chen Li Qiang (陈力强). Li Qiang
merupakan anak laki-laki yang diharap-harapkan, setelah ibunya melahirkan Sembilan
anak Perempuan, dan yang ke-sepuluh Adalah Li Qiang.
Li Qiang
sangat heroik sekali dalam menjaga keutuhan keluarganya. Li Qiang di usia
delapan tahun pernah menolong kakak perempuannya yang ke delapan yang hendak
dijual ke rumah bordil oleh ayahnya hanya karena tidak memiliki uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Li Qiang yang melihat kakak perempuannya diseret
untuk diserahkan kepada mucikari, langsung mengejar ayahnya dan langsung
merebut tangan kakak perempuannya dari tangan ayahnya.
Ayahnya cukup
stress dengan kondisi keuangan keluarganya dan akhirnya merasa tindakannya
menjual anak perempuannya yang ke delapan Adalah jalan satu-satunya yang
terbaik untuk memenuhi kehidupan keluarga mereka.
Di antara Sembilan
kakak perempuannya, tujuh dari sepuluh kakak perempuannya telah menikah dengan
orang yang mereka cintai. Hanya kakak yang ke delapan hidupnya agak sulit, karena
beliau memikirkan ibunya yang sudah sangat tua dan renta. Namun karena belum
menikah, sering sekali diejek oleh tetangga dan ayahnya merasa sangat malu.
Melihat ejekkan
tetangganya, Li Qiang tidak tinggal diam. Ia sering membalas ejekkan tersebut dengan mengerjai
tetangganya sehingga tak jarang tetangga melaporkan kelakuan Li Qiang kepada
ayahnya dan Li Qiang dipukul oleh ayahnya. Akan tetapi itu tidak merubah rasa hormatnya
kepada ayah dan ibu Li Qiang. Ia dikenal oleh satu desa sangat membela
keluarganya dan melindungi kakak perempuannya.
Di usia Li
Qiang yang ke dua belas tahun, akhirnya kakak perempuannya yang ke delapan
menemukan tabatan hatinya dan menikah. Saat itu Li Qiang telah bekerja sebagai
penempel poster (selembaran iklan produk kecantikkan wanita) di tembok-tembok
pasar dan mengumpulkan uang untuk memberi angpau kepada pernikahan kakak
perempuannya yang ke-delapan sebagai tanda agar keluarga Li Qiang tidak diremehkan
oleh pihak mempelai laki-laki. Hal itu membuat mempelai pria sangat menghormati
keluarga Li Qiang dan satu keluarga Li Qiang pun sangat terharu dan kakak ipar
Li Qiang berjanji akan menjaga baik-baik kakak perempuannya.
Selain kakak
perempuannya yang ke-delapan. Ada satu lagi kakak Perempuan Li Qiang yang pada
akhirnya menjadi salah satu tanggung jawab Li Qiang hingga akhir hayatnya. Nama
kakak perempuannya yang ke-sembilan Adalah Li Xiu (丽秀). Li Xiu merupakan anak Perempuan yang
mengalami down syndrome. Sangat dijaga ketat oleh ibu dan Li Qiang
sendiri sangat memaklumi kekurangan kakak perempuannya. Di usia ke-lima belas
tahun ibunya mangkat dan Li Qiang di tahun yang sama juga membina rumah tangga
dengan istrinya. Li Qiang di usia ke-lima belas tahun mampu membangun rumahnya
yang tadinya gubuk kecil menjadi rumah semi-permanen. Tinggal bersama istri,
ayah, dan Li Xiu, mereka saling menjaga hingga akhir hayatnya. Li Qiang memilik
dua orang anak laki-laki dan satu anak Perempuan.
Li Qiang
sendiri merasa dikaruniai kecerdikkan yang baik oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga
Li Qiang memeluk agama Katolik. Di usia ke-empat belas tahun, Li Qiang mulai
bekerja di pabrik susu bubuk kacang kedelai. Kedelai kering yang dijadikan bubuk
merupakan terobosan baru minum susu kacang tanpa takut basi. Hanya dalam dua
tahun ia dipercaya boss pabrik susu tersebut menjadi wakil direktur pabrik susu
tersebut dan bekerja dengan sangat setia. Sehingga di usia ke-tiga puluh tahun,
Li Qiang mencoba merintis pabrik susu bubuk dari sapi yang berlisensi dari luar
negeri dan memproduksi susu bubuknya sendiri.
Dari sini kita
bisa memetik pesan moral. Anak yang berbakti dan menghormati orang yang lebih
tua, kelak pasti akan menjadi anak yang berguna dan berpengaruh di dunia. Tuhan
sangat menyayangi anak yang berbakti dan menghormati orang tuanya.
Lalu bagaimana
Li Qiang menjalankan bakti kepada Sembilan kakak perempuannya? Ketika usianya
menginjak tiga puluh tahun, empat kakak perempuannya telah menjadi janda,
sehingga Li Qiang sendiri sering mengirimkan uang bulanan dan barang kebutuhan
kakak perempuannya setiap bulan. Tak lupa meski pun ia seorang Katolik sendiri,
tetapi Li Qiang tetap melakukan salam tahun baru ke rumah Sembilan kakak
perempuannya secara berurutan dari yang paling tua hingga yang paling akhir. Pastur
juga mengajarkan untuk menghormati tradisi sembahyang leluhur, sehingga beliau
sering melakukan hal tersebut di hari kematian ayah dan ibunya serta
melakukannya di hari Cheng Ming.