Khan Thi Minh



Seorang gadis dari klan keluarga khan menikah dengan laki-laki dari keluarga Nguyen. Khan Thị Minh.

Dahulu kala di Vietnam pada tahun 1800an, ada satu keluarga bermarga Khan memiliki empat orang putri Bernama Khan Thi Minh putri tertua, Khan Thi Xinh sebagai putri kedua, Khan Thi Sao sebagai putri ketiga, dan Khan Thi Sang sebagai putri terakhir. Masing-masing telah menikah dan memiliki keluarga yang Bahagia. Mereka semua bersepakat untuk tinggal di satu distrik dan membentuk Paguyuban besar Bernama “Ngôi sao sáng "Khan" (Bintang Terang Khan). Seluruh leluhur keluarga “Khan” Adalah pahlawan perang saudara yang terjadi di Vietnam pada tahun 1789 hingga 1802.

Dikatakan mereka keluarga yang Bahagia, juga tidak terlalu Bahagia. Mereka hidup terjaga, takut terjadi penyerangan oleh penduduk dari klan sebelah. Dan mereka sangat berhati-hati dan awas dalam menjalani kehidupan mereka.

Perang saudara yang terjadi di Vietnam sangat parah. Mereka bisa saling menghabisi hanya karena perebutan harta keluarga yang sebenarnya bukanlah hak mereka (kebanyakkan dari mereka memperebutkan tanah dan wilayah kekuasaan klan). Perang mereka mirip-mirip dengan perang saudara Madura dan Dayak, sehingga banyak korban yang meninggal secara tragis. Khan Ti Minh Adalah seorang putri dari keluarga Khan yang sangat heroik dan berjasa dalam melindungi klan mereka di desa Lentera Phu Binh.

Di suatu malam yang tenang, di rumah Khan Ti Minh seperti biasa sedang makan malam bersama di ruang keluarga. Baru suaminya hendak mengambil nasi di mangkuk tiba-tiba ada suara ribut-ribut dari luar rumah. Mendengar hal itu Khan Ti Minh tanpa ragu langsung keluar dari rumah untuk mengecek apa yang sedang terjadi (Khan Ti Minh merupakan putri tertua yang harus memperhatikan anggota keluarga mereka) (ayah dan ibu Khan Ti Minh telah tiada karena perang saudara, maka tanggung jawab menjaga keluarga otomatis jatuh pada putri tertua) (kehidupan mereka hanya sebagai petani padi, banyak klan yang iri dan mengincar ladang mereka sebagai satu-satunya mata pencaharian mereka).

Khan Ti Minh yang merasa sebagai putri tertua langsung berinisiatif untuk menghalangi keributan massa yang mulai melemparkan batu dan membawa api untuk menyerang rumah klan keluarga mereka. Suami dari Khan Ti Minh  langsung memanggil saudara-saudara mereka. Yang pria langsung menghadapi mereka yang ingin menyerang keluarga mereka. Dan yang wanita disuruh pergi meninggalkan Lokasi.

Khan Ti Minh yang juga disuruh kabur, malah bersikeras dalam nama leluhurnya. Ia langsung mengambil senjata bambu beracun dan memukul-mukul mereka yang menyerang keluarganya. Yang laki-laki pun juga mengeluarkan senjata bambu mereka. Berusaha menyerang tapi ternyata jumlah mereka kalah banyak.

Khan Ti Minh yang sudah terlanjur di baris depan, akhirnya menginstruksikan agar semua keluarga mereka (termasuk yang laki-laki) agar mereka semua lari ke tempat yang lebih baik meninggalkan dia sebagai pancingan. Dan di saat itu juga Khan Ti Minh ditusuk parang oleh salah satu dari mereka. Melihat hal itu suami Khan Ti Minh marah dan mulai menyerang secara membabi buta hingga akhirnya polisi datang. Namun, sayang sekali, ketika polisi datang, Khan Ti Minh telah meninggal dalam keadaan terpotong-potong (kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya). Sedangkan suaminya hanya mengalami luka tusukkan di lambung (namun beberapa hari kemudian meninggal karena sakit dan kesedihan yang tak terbendung).

Ketika keadaan sudah kondusif, keluarga Khan kembali ke rumah mereka. Mereka sangat sedih melihat keadaan jasa Khan Ti Minh. Masih sekitar pukul empat pagi, ketiga saudara Perempuan Khan sambil menangis menyusun kembali jasad Khan Ti Minh di peti mati. Semerbak asap dupa menyebar mengalahkan bau kemenyan. Dini hari ini dengan hujan rintik mengiringi tangisan anggota keluarganya yang merasakan sendiri pengorbanan seorang putri sulung wanita yang menjaga keutuhan keluarganya.

Seluruh anggota keluarga berputar berjalan mengelilingi jasad Khan Ti Minh sambil menyiramkan air bunga sehingga jasadnya tetap harum. Bunga, uang kertas, barang-barang cantik nan mewah semua diberikan, namun semua percuma, tak bisa mengembalikan nyawa Sang Putri Sulung Khan. Di depan peti jenazah terpampang rupang Dewi Kwan Im (keluarga ini tidak mengenal ajaran Buddha tapi bersembahyang pada Dewi Kwan Im, sehingga zaman dahulu lebih banyak orang Vietnam belajar ajaran Dewi Kwan Im dan tidak tahu bahwa Kwan Im merupakan bagian dari ajaran Buddha sehingga terciptalah kelompok yang hanya berdevosi pada Dewi Kwan Im).

Para keluarga yang tidak mengerti biksu atau pemuka agama, hanya mampu terus memohon kepada Dewi Kwan Im, agar arwah Khan Ti Minh dituntun oleh Dewi Kwan Im pergi ke surga dan menjaga keluarga mereka dari Langit.

Sang Suami hanya mampu menangis duduk di kursi sandar dan memaki dirinya sendiri tidak menjaga keluarga dengan baik.

Sekitar pukul enam pagi, peti Khan Ti Minh pun dibawa ke peristirahatan terakhir.

Popular posts from this blog

Kamu Polos Seperti Bayi

Serba-serbi Sekolah Minggu Du Jing Ban

Rhythm of the Rain

Kepribadian Ganda

Aku Yakin Bisa Menemukan Bunga Yang Indah

Kisah Ma Xiu Niang dan Zhan Yu He

Lahir Lebih Awal

Kisah Pengorbanan Istri

Si Mian Fo Dalam Empat Kepribadian Manusia

Mengapa Angin Bertiup?