Kisah Pengorbanan Istri

Ilustrasi Biksu Jiajia

Ilustrasi Maomi

茂密 (Maomi) adalah seorang gadis yang hidup di masa Dinasti Song awal. Maomi adalah seorang wanita heroik yang dikenal karena pengorbanannya membiarkan suaminya, Chai Jia Jia (蔡加家) pergi membina diri serta seorang diri mengurus rumah tangga. 

Maomi merupakan salah satu cicit pejabat besar dari klan Wang (王)dan merupakan salah satu cicit luar dari tabib istana kota terlarang. Beliau merupakan keturunan bangsawan yang berimigrasi ke Tong An sebagai pengontrol pemerintah daerah Xiamen dan dianugerahi oleh raja tanah dan tempat tinggal yang cukup mewah. 

Ayah Maomi bermarga Huang menikah dengan Ibunya bermarga Wang yang merupakan cucu langsung dari tabib istana Wang. Ayah Maomi sering menjadi investigator (polisi) yang menyamarkan dirinya sebagai petani yang bertugas untuk menyelidiki dan mengawasi kasus-kasus dugaan makar di Xiamen secara sembunyi-sembunyi dan melaporkannya ke pemerintah pusat juga secara sembunyi-sembunyi. 

Meski pun pekerjaan nya demikian tegas, tetapi Huang papa (黄爸爸) pembawaan santai dan sedikit lucu sehingga tidak terlihat seperti polisi. 

Ada yang unik dari Huang Papa. Huang Papa berpedoman pada Taoisme keluaran Cuang Ce (庄子)yang menyebabkan pikirannya agak unik dan sedikit jenaka. Maomi yang melihat hal itu, justru merasa hal itu sedikit aneh sehingga pergi keluar belajar Taoisme kepada Pandita Zheng yang berpedoman pada Thai Shang Lao Jun secara diam-diam. 

Maomi adalah seorang penganut Taoisme yang murni. Tapi yang biasa ia lakukan hanya sembahyang di Kelenteng dan berderma sekedarnya, tanpa terlalu mendalami ajarannya. Namun semua berubah ketika bertemu dengan suaminya. 

Pertemuan pertama Maomi dengan calon suaminya adalah di ladang padi pada senja hari. Jia jia saat itu baru pulang dari kantornya di ibu kota membawa makanan kesukaannya yaitu Choi Pan berisi kucai dan bengkuang yang saat itu merupakan makanan yang sedang digandrungi masyarakat. Jia jia melihat seorang gadis di ladang sedang menyemai bibit sambil membawa sekeranjang pakan ayam memberi makan ayam. Entah bagaimana Jia jia terpesona melihat gadis itu dan menghampirinya.

"Permisi... ", sapa Jia jia. 

Gadis itu membalikkan tubuhnya dan bertanya kepada Jia jia, " Ada apa?", sembari tersenyum kepadanya. 

"Bolehkah aku berkenalan dengan mu? Namaku Chai Jia jia dari distrik Tong An (同安). Namamu siapa? ", tanya Jia jia. 

" Ah, tapi apakah boleh saya seorang petani biasa berkenalan dengan cendekiawan seperti anda? Aku adalah Maomi, orang-orang memanggilku Mi", jelas gadis itu yang ternyata bernama Maomi. 

"Oh, halo Maomi, sebagai tanda perkenalan aku berikan kamu Choipan yang terenak di kota", kata Jia jia. 

Maomi pun mau tidak mau akhirnya menerima Choi Pan tersebut karena telah disodorkan. 

" Baiklah, saya pulang dulu yah", kata Jia jia sambil tersenyum malu dan pulang dengan bersemangat. 

"Hei, terima kasih yah atas Choi Pan nya", kata Maomi. 

" Yah jangan sungkan! ", jelas Jiajia sangat senang. 

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Setahun penuh dijalani dengan sangat jujur dan tulus akhirnya mereka berdua menikah di bulan 3 tanggal 29. 

Kehidupan mereka lumayan pada awalnya. Meskipun Jia jia ternyata pemuda yang sederhana dan keluarganya pun semua sederhana. Tak seperti Maomi yang keluarganya mempunyai ladang dan tanah yang besar tapi Maomi memutuskan untuk sepenuhnya ikut suaminya dan menjadi ibu rumah tangga mengikuti suaminya yang seorang cendekiawan yang bekerja sebagai penulis berita di kantor polisi. 

Jiajia adalah seorang penganut Buddhisme Tridharma (menganut pemikiran Konfusianisme, Taoisme, dan Tridharma). Ada kisah yang cukup lucu mengenai keyakinan suami istri ini. Kelenteng yang biasa istrinya kunjungi terletak di sebelah kiri pasar sedangkan Vihara yang Jiajia kunjungi terletak di sebelah kanan pojok pasar. Keduanya mengenai keyakinan memiliki pandangan masing-masing. Meskipun rumah tangga yang damai namun sewaktu-waktu bisa terjadi debat keyakinan akibat perbedaan pola pikir. Maomi berguru pada Pandita Tao, sedangkan Jiajia berguru pada Biksu. 

Suatu hari Jiajia hendak ikut ujian pemerintah untuk naik jabatan yang cukup tinggi. Namun karena saat mengikuti ujian, Jiajia demam tinggi hingga menyebabkan tidak bisa konsentrasi dalam mengikuti ujian menyebabkan dia gagal naik jabatan. 

Jiajia sangat frustasi, teman-temannya yang gagal mengajaknya minum-minum tapi Jiajia tidak mau. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Maomi yang saat itu memiliki satu anak laki-laki bernama Xue Ming (学明)dan bayi yang sedang dikandung diperutnya. Jiajia pergi ke Kuil pergi membina diri dan sepenuhnya menjadi Biksu. 

Maomi sangat tidak rela dan bersedih hingga berhari-hari sebelum akhirnya dia pulang ke rumah Ayah-Ibunya di distrik Ji Mei untuk melahirkan dan menjalani hidupnya di sana. 

Selama kurang lebih setahun Maomi tidak langsung mengunjungi Jiajia di Kuil. Suatu hari sepupu Jiajia, Qing An datang ke rumah Maomi bermaksud meminta maaf atas perlakuan Jiajia kepada Maomi dan berjanji memberi biaya hidup untuk Xue Ming dan adiknya Mei Ming (美明). Karena tahu maksud baik dari pihak keluarga Jiajia akhirnya Maomi memutuskan menjalin hubungan baik lagi dengan pihak keluarga Jiajia dan sejak saat itu, sebagai gadis yang menganut budaya tradisional, keluarga Jiajia masih menganggap Maomi menantu keluarga Chai dan juga masih memiliki ikatan suami-istri dengan Jiajia yang telah pergi membina diri. 

Suatu saat Qing An bermaksud mengajak Maomi mengunjungi kuil tempat Jiajia membina diri. Maomi selama sebulan menyiapkan jubah berbulu berwarna gelap dan beberapa manisan kesukaannya untuk dipersembahkan kepada Jiajia. Dan ketika diajak pergi ke Vihara tempat Jiajia menjadi biksu. Betapa terkejutnya Maomi ternyata kuil tempat Jiajia membina diri ada di pojok pasar yang tidak pernah ia kunjungi selama ini. Sejak saat itu, karena masih ada cinta di hati Maomi, setiap hari Maomi mengantarkan sayuran dan beras untuk pembina diri di Vihara tersebut yang juga diperuntukkan untuk suaminya. 

Suatu ketika ayah Maomi dan Maomi kehilangan sang ibu. Ayah Maomi menangis dan bingung bagaimana mengatur upacara kematian. Maomi hanya mampu berlutut sambil beranjali dan menangis di samping peti. Saat mendengar kabar itu, dengan cekatan Biksu Jiajia langsung membawa sekelompok biksu pergi membaca paritta Da Bei Zhou selama tujuh hari berturut-turut tanpa henti. 

Banyak sekali pelayat yang datang dan saat itu Biksu Jiajia menyuruh Maomi untuk masak bubur untuk memberi makan kepada pelayat-pelayat. Maomi yang biasa hasil masakannya enak, justru berubah ketika sedang berduka. Akhirnya entah sayur hijau yang kering atau bagaimana semuanya dimasukkan begitu saja ke dalam bubur dan hasilnya berantakan seperti suasana hati Maomi. Tetapi berkat hal itu, pelayat menjadi memahami isi hati keluarga Maomi dan benar-benar sangat menghormati mendiang ibu Maomi dengan hati yang paling dalam. 

Sejak saat itu, setiap kali ada kerabat Maomi yang berduka, tanpa diundang tiba-tiba Jiajia selalu datang dan merapal Paritta dengan biksu-biksu lainnya selama disemayamkan.

Di Kelenteng tempat Maomi biasa bersembahyang juga ada perubahan. Suatu hari, karena ingin menyempurnakan batin istrinya, Biksu Jiajia masuk ke dalam Kelenteng dan meminta izin pengurus Kelenteng agar mengadakan kelas Dharma bagi pengunjung Kelenteng dengan alasan supaya umat-umat di Kelenteng bukan hanya sembahyang biasa tetapi juga mengerti makna sembahyang kepada Yang Maha Kuasa. 

Awalnya penjaga Kelenteng menolak dan mengira biksu harus dibayar untuk menyampaikan Dharma. Tapi biksu Jiajia menjamin, itu semua diberikan semata-mata hanyalah agar umat-umat semakin memahami makna kehidupan yang sesungguhnya. Akhirnya melihat ketulusan Biksu Jiajia, penjaga Kelenteng itu pun menganut Tridharma dan di masa depan dua tempat ibadah itu pun bersatu, akan selalu ada tempat menancap dupa di dalam Vihara. 

Tahun berganti tahun, suatu hari, ayah Maomi akhirnya berpulang ke hadirat Yang Maha Kuasa. Sebelum berpulang, ayah Jiajia mengumpulkan Maomi, QingAn (sepupu Jiajia yang memberi biaya hidup) dan juga istrinya yang bernama San Niang( 三娘). Hendak menitipkan Maomi dan cucunya untuk tinggal bersama di dalam rumahnya. Dan setelah itu ayahnya pun berpulang dengan tenangnya serta memberikan warisan tanah dan rumah kepada keluarga Jiajia. 

Bertahun-tahun kemudian, anak-anak Maomi telah beranjak dewasa. Dan Maomi hendak menikahkan Mei Ming dengan pemuda yang cendekiawan seperti Jiajia.

Bertanya pada Jiajia apakah setujuh? Jiajia hanya berkata, "aku telah bebas dan tidak ada sangkut pautnya lagi dengan kehidupan duniawi". Mendengar hal itu, Maomi merasa sepenuhnya adalah tanggung jawab dirinya sehingga ia memilih latar belakang keluarga calon pasangan hidup Mei Ming juga yang lumayan mapan. 

Sedangkan Xue Ming telah menikah di usia 17 tahun dan hidup dengan bahagia sambil sebulan sekali menjenguk ayahnya yang membina diri tapi tidak ingin menjadi seperti ayahnya. 

Popular posts from this blog

Kamu Polos Seperti Bayi

Serba-serbi Sekolah Minggu Du Jing Ban

Rhythm of the Rain

Kepribadian Ganda

Aku Yakin Bisa Menemukan Bunga Yang Indah

Kisah Ma Xiu Niang dan Zhan Yu He

Lahir Lebih Awal

Si Mian Fo Dalam Empat Kepribadian Manusia

Mengapa Angin Bertiup?