Aku Sangat Bersyukur Bertemu Dengan Mu
Sebutlah orang itu adalah Ibu Nining. Sedari ayahku wafat, aku telah kehilangan arah. Ayahku menitip pesan pada keluargaku untuk melanjutkan kuliah mandarin ku sambil membantu kakak perempuanku.
Kalau dipikirkan sendiri, hidup ku sungguh sangat menyedihkan setelah kehilangan ayah. Sedari 2015 aku didiagnosa Skizofrenia. Dengan pengobatan tiga tablet obat penenang mempertahankan jiwaku agar tetap waras. Sangat menyedihkan terkadang. Teman-temanku tidak ada yang tahu dan keluargaku berkata untuk apa hal-hal mengenai kesehatan pribadiku diberitahukan kepada orang-orang, meskipun hubungan itu sudah dekat.
Kembali lagi ke cerita. Setelah semua keputusan, akhirnya aku mengikuti kakak perempuanku yang kedua. Di sana aku bergaul dengan karyawan-karyawan yang mungkin bagiku kurang baik dan jauh dari kata sempurna. Aku menghibur diriku dengan menyanggupi kata-kata kasar mereka dan berkata kasar seperti mereka untuk menyamakan diriku dengan mereka.
Ada ketimpangan sosial yang aku harus bergaul dengan karyawan-karyawan yang hidup menengah ke bawah. Dan akhirnya aku bisa berbaur dengan baik.
Ada seorang seorang karyawan yang agak nyambung berbicara denganku, namanya Ibu Nining. Untuk kesan pertama beliau terlihat galak dan sering membully anak baru. Tapi ketika aku mulai bekerja di sana, karena aku adik boss aku tidak dibully. Justru diterima dengan baik oleh mereka.
Bu Ning tinggal di ruko bersama dengan kakak perempuanku dan aku. Kami tidur di lantai 3, sedangkan Bu Ning tidur sendirian di lantai 4.
Kalau mau dikatakan dengan gamblang, latar belakang tentang Bu Ning lebih baik tidak diceritakan di sini. Tapi satu hal yang menyentuh dan membuatku terinspirasi dengan Bu Ning adalah beliau pernah kuliah Diplomat. Bahkan beliau sangat tertarik dengan sastra dan hukum di Indonesia.
Karena kesamaan pikiran dan tata bahasa, sering kali aku dan Bu Ning membahas masalah hidup hingga masalah hukum yang ada di Indonesia dengan bahasa 'bak ahli politik. Meskipun Bu Ning juga bisa dibilang tipikal anak-anak gaul Jaksel yang ngomongnya lebih seram ketimbang menengah ke bawah hehe... Tapi semuanya sangat seru.
Bu Ning suka bercanda. Tak jarang dia banyak menceritakan kesialan hidupnya di masa lalu hanya kepadaku. Kehidupannya yang lalu dibela habis-habisan oleh ayahnya yang supir taksi yang menyekolahkannya hingga diplomat. Hingga pergaulannya sebagai koki di Nelayan hingga akhirnya mengabdi kerja menjadi penjaga rumah makan vegetarian di tempat kakak perempuanku.
Namun pada akhirnya semua itu harus berakhir. Dan lagi-lagi aku harus kehilangan sahabatku yang jauh 20 tahun lebih tua dariku. Yah, beliau akhirnya mengundurkan diri dan pergi entah ke mana.
Hal terbaik yang kuingat tentang Bu Ning, beliau sering memotivasi diriku untuk terus teguh dan tegar dalam menjalani hidupku. Bu Ning bagaikan seorang teman yang membuatku mampu melewati masa-masa sulit yang membuatku banyak pikiran. Juga ketika bulan Puasa, Bu Ning selalu berinisiatif membeli sekardus minuman untuk gojek-gojek untuk dibagikan dan itu selalu dalam nama restoran Kakak Perempuanku.
Untuk Bu Nining, semoga ibu sehat selalu dan juga berbahagia di mana pun berada. Semoga ibu selalu berezeki dan berkah. Semoga kita bisa kayak dulu lagi yah Bu Ning. Jaga restoran sambil sambil ngobrol panjang lebar.