Mana yang Lebih Bahagia ?

Ada dua orang pengembara yang sedang melakukan perjalanan ke gunung. Mereka melakukan perjalanan tersebut dengan berjalan kaki. Awalnya keduanya bersemangat, akan tetapi ketika menjelang senja mereka mulai kelelahan. Persediaan kebutuhan mereka yang mereka bawa ternyata telah habis. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pedesaan di dalam hutan gunung itu.

Dalam keadaan tergopoh - gopoh, keduanya akhirnya menemukan sebuah desa yang cukup besar. Di desa itu terdapat banyak gubuk kecil, tetapi sekaligus juga terdapat rumah - rumah yang terbuat dari batu - batuan dan cukup besar ukurannya.

"Bagaimana kalau kita izin menginap di gubuk ini saja?", tanya pengembara satu kepada pengembara lainnya.

"Jangan, jangan... Gubuk ini terlalu kecil dan juga kotor, sebaiknya kita pergi ke rumah yang besar - besar itu. Kita akan mendapat tempat yang nyaman di sana", kata pengembara lainnya.

"Aku rasa gubuk ini cukup nyaman untuk kita bisa menginap di sini semalam. Lagi pula kita juga sangat lelah berjalan lebih jauh lagi", kata pengembara yang satu.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau ke rumah besar itu, aku akan ke sana. Jangan iri yah melihatku dapat tempat yang lebih nyaman!", kata pengembara lainnya.

Akhirnya pengembara lain itu pergi meninggalkan pengembara satu. Pengembara satu hanya menggeleng - gelengkan kepalanya lalu mengetuk pintu gubuk kecil yang ada di hadapannya.

"Permisi... Bolehkah aku menginap di sini semalam?", tanya pengembara satu itu kepada penghuni gubuk.

"Oh tentu saja... Silakan masuk", kata penghuni gubuk itu dengan ramah.

Di dalam, pengembara itu disuguhi makanan dan minuman. Penghuni - penghuni gubuk itu sangat baik. Mereka terdiri dari 5 keluarga yang terdiri dari ; satu ayah, satu ibu, tiga orang kakak beradik yang hidup saling akur. Walaupun tempat mereka kecil, tetapi mereka tetap saling berbagi dan saling mengisi. Pengembara itu bahagia, ia bersyukur ia bisa menginap di sana.

Bagaimana pengembara lainnya? Ia berjalan lebih jauh dan ketika ia sampai di rumah - rumah yang besar itu, tak jarang ia ditolak oleh banyak orang kaya di sana. Hingga akhirnya ia terhenti di urutan rumah besar yang terakhir.

"Permisi, bolehkah aku menginap di sini?", tanya pengembara itu.

"Tentu saja boleh... Silakan masuk", kata orang kaya itu.

Pengembara itu sangat senang, karena akhirnya ada orang kaya yang mau menerimanya. Akan tetapi tak berapa lama, istri si orang kaya meneriaki anak - anak mereka. Lalu disusul dengan tangisan anak - anak mereka. Setelah tenang, sekarang suami - istri saling ribut, bertengkar hingga tengah malam. Sang pengembara itu tak bisa istirahat, semalaman mendengar orang bertengkar dengan perut yang lapar. Hingga akhirnya mentari menyambut pagi yang cerah.



Kesimpulan:
Yang terlihat indah dari luar belum tentu indah di dalamnya. Justru karena keserakahan sering kali kita terjebak pada yang hanya indah di luar tapi belum tentu indah di dalam.

Popular posts from this blog

Kisah di Balik Cetya Rumah Saya

Perasaan Sebagai Ksatria

Toko Jamu "Tjap Nyonya Kaya" Milik Ryu Kintaro

Janji Sehidup Semati (Memperbaiki Hubungan Suami Istri)

Mengenang Ko Aming

Mengenang Ko Andri (Li Ciang She/Penceramah Li)

Mari Kita Mendaur Ulang Kertas

Kembang Tahu Matahari

Mengenang Alexander Arvy

Nasi Campur Che It dan Cap Go